Rabu, April 22, 2009

National Heroisme (Semester 2)

Impian Anak-anak menjadi
sebuah Permainan

Penculikan Anak Mulai Jadi Tren di Ibu Kota

Kasus yang terjadi

Tindak pidana penculikan ternyata bukan monopoli untuk anak-anak sebagai korban. Kasus penculikan memang jadi tren beberapa bulan terakhir. Sebelumnya, pada bulan Oktober dan November, kasus penculikan menonjol terjadi pada anak-anak sebagai korbannya. Tapi cara mereka pilih mangsanya sama.
Dani, salah seorang anggota komplotan penculik khusus mahasiswa baru sebuah perguruan tinggi mahal, ditangkap Polda Metro Jaya. Mahasiswa tingkat satu asal Sumatera itu, mengenali jalan tempat dia akan disekap. "Kami tungguin mereka sampai dua tiga hari. Setelah kami telusuri ternyata rumah pelaku," ujar Kepala Unit II Jatanras Ajun Komisaris Polisi Ali.
Lelaki kelahiran 18 tahun lalu tersebut diculik saat menunggu kendaraan di seberang kampusnya, di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat. "Cara penculik biasa saja. Korban diancam karena dituduh mencelakai salah satu keluarga pelaku," ujar Ali. Lima pelaku yang mantan pencopet itu, kata Ali, dari pengakuan Dani, mencoba untuk "naik kelas" menjadi penculik. Permintaan tebusan untuk Hartono, menurutnya, ditransfer ke rekening BCA. Hartono yang diculik kembali dengan selamat. Rupanya penculik sadar saat permintaan tebusannnya diulur-ulur. Permintaan tebusan dilakukan saat mengendarai Kijang membawa David--panggilan Hartono--ke daerah Depok untuk menjenguk salah satu saudara penculik disebuah rumah sakit. omplotan penculik: Edison, Lepal, Arjun, Dani, dan Anto memaksa Hartono bercerita perihal keluarganya. Sampai kemudian mereka menanyakan nomor telepon saudara korban di Jakarta dan meminta uang tebusan. "Waktu itu korban disuruh pura-pura menangis," ujar Ali. Dani, salah satu tersangka, mengaku tiga kali menculik sejak menjelang Lebaran.

Fakta lain yang terungkap

Empat siswi kelas III SMU Negeri 7 Bogor menculik dua adik kelasnya usai ulangan umum pada Jumat sore. Di dalam mobil mereka dicaci maki dan dianiya, dan setelah itu dibuang di suatu tempat. Jumat malam ini, orang tua korban melaporkan kasus tersebut ke Polres Bogor. Di kantor polisi, Vanya Meri Adam menceritakan pada pukul 16.20 WIB usai ulangan umum dia keluar sekolah. Di jalan dia dilempar sandal dan ditarik secara paksa ke dalam mobil Kijang oleh Neng Istika. Di dalam mobil ternyata sudah ada Mela, Dea dan Ica yang kemudian mengancam Vanya dengan tusuk konde agar tidak menceritakan penculikan itu kepada siapapun juga.
Salah seorang pelaku mengatakan bahwa tusuk konde tersebut sempat dipakai untuk menusuk Intan. Kemudian korban dibawa ke sebuah jalan sepi sekitar 1 km dari sekolah sambil dintimidasi dan dicaci maki. Salah seorang pelaku sempat mengusulkan agar Vanya dibuang ke tempat yang jauh. Namun akhirnya korban dilepas kembali di dekat sekolahnya. Orang tua Vanya akhirnya mengadukan persoalan tersebut ke polisi. Ternyata sebelumnya, keempat pelaku pernah menculik Intan Lestari yang seperti Vanya, duduk di kelas I. Intan Jumat malam dengan ditemani orang tuanya juga mengadukan kasus itu ke Polres Bogor.
Intan mengaku pada 30 Desember lalu, keempat seniornya menculiknya usai pulang sekolah. Di dalam mobil, keempat pelaku menjambak rambut dan memukul kepalanya serta mengancam dengan tusuk konde. Selama empat jam dia dibawa berkeliling kota Bogor. Awalnya Intan akan dilepaskan di daerah Sentul. Namun mereka akhirnya menurunkan Intan di daerah Ceger. Dari laporan kedua siswa itu, polisi langsung memeriksa pelaku. Kepada polisi Mela menjelaskan hanya ingin memberi pelajaran kepada yuniornya agar lebih menghormati senior. “Saya tidak bermaksud menculik tapi hanya menakuti-nakuti saja,” katanya.

Sebab terjadinya dan akibatnya

Dalam kasus ini memiliki factor belakang tersendiri. Kurangnya kesadaran manusia dalam berfikir dan latar belakang pendidikan yang rendah dapat menimbulkan hal-hal yang sangat negatif. Terutama lagi bila kehidupan perekonomiannya sangat minimalis. Maka dari itu, banyak sekali pelaku tidak memandang bulu terhadap korbannya. Mulai dari anak-anak balita sampai mahasiswa pun bisa jadi santapan pelaku. Begitu juga dengan pelakunya, mulai dari anak sekolahan(yang mempunyai latar belakang pendidikan) sampai masyarakat pengangguran(non pendidikan).
Dengan banyaknya kasus tersebut, maka bertambah pula daftar penculikan terhadap anak-anak setiap tahunnya. Ini dapat berakibat rasa trauma yang amat dalam, khususnya bagi anak-anak yang baru memasuki masa kedewasaannya. Karena secara psikologi, dapat menghancurkan mental dan perkembangan sikap mereka. Dan mereka selalu dihantui rasa takut & cemas yang berlebihan.

Tindakan Polisi

Semakin maraknya kasus ini, polisi tidak tinggal diam. Sindikat penculik anak untuk dipekerjakan menjadi pengamen dan pengemis berhasil diungkap Polwil Surakarta. Tersangka utama, Wahyu Prasetyawan (35) warga Ringin Anom, Kabupaten Sragen, Jateng kini mendekam di sel tahanan Mapolwil Surakarta. Sementara itu tiga orang anak yang selama ini menjadi korban berhasil diselamatkan petugas dan telah berkumpul kembali dengan orang tuanya. Ketiganya adalah Nur Cita Catur (13), Andreas Tedy Putra (13) keduanya warga Brontowiryan, Kartasura, Kabupaten Sukoharjo.
Satu lagi adalah Rahmatullah (9) warga kampung Salakan, sawit, Boyolali. Ketiganya diculik tersangka semenjak delapan bulan lalu atau tepatnya Bulan Oktober 2003. Mereka bertemu tersangka di arena play station.

Kesimpulan

Indonesia sangat kaya dengan Sumber Daya Alam yang ada tapi sangat miskin dengan Sumber Daya Manusia. Dikarenakan kurangnya tingkat kesadaran dalam berpendidikan. Apalagi dilatar belakangi dengan tingkat perekonomian yang rendah. Begitu juga dengan pemerintah, yang selalu lalai dalam pengawasan dan ketidaktegasan dalam menghadapi suatu masalah. Sebenarnya masalah ini dapat terselesaikan dengan baik apabila masyarakat bersama pemerintah saling menyatukan keinginan yang positif agar semua masalah dapat teratasi.

Tidak ada komentar: