Sabtu, April 18, 2009

Communication Theories (Semester 2)



KOMUNIKASI KONTEKS-TINGGI vs KOMUNIKASI KONTEKS-RENDAH


Setiap orang secara pribadi punya gaya khas dalam berbicara, bukan hanya caranya tetapi juga topik-topik yang dibicarakan. Kekhasan ini umumnya diwarisi seseorang dari budayanya. Edward T.Hall membedakan budaya konteks-tinggi dengan budaya konteks-rendah yang mempunyai beberapa perbedaan penting dalam cara penyandian pesannya.

Budaya konteks-rendah ditandai dengan komunikasi konteks-rendah: pesan verbal dan eksplisit, gaya bicara langsung, lugas, dan berterus terang. Contoh kalimat konteks-rendah adalah komunikasi (program) komputer. Setiap pesan harus dispesifikasikan dengan kode-kode tertentu; kalau tidak, programnya tidak akan jalan. Sifat dari komunikasi konteks-rendah adalah cepat dan mudah berubah, karena itu tidak menyatukan kelompok.

Sebaliknya, budaya konteks-tinggi ditandai dengan komunikasi konteks-tinggi; kebanyakan pesan bersifat implisit, tidak langsung, dan tidak terus terang. Contoh komunikasi konteks-tinggi adalah komunikasi orang kembar dengan menggunakan kalimat pendek-pendek atau kata-kata singkat. Pesan yang sebenarnya mungkin tersembunyi dalam perilaku nonverbal pembicara: intonasi suara, gerakan tangan, postur badan, ekspresi wajah, tatapan mata, atau bahkan konteks fisik. Sifat komunikasi konteks-tinggi adalah: tahan lama, lamban berubah, dan mengikat kelompok yang menggunakannya. Berdasarkan sifatnya ini orang-orang berbudaya konteks-tinggi lebih menyadari proses penyaringan budaya daripada orang-orang berbudaya konteks-rendah.

Basil Bernstein menggunakan istilah “kode terbatas” dan “kode terjabarkan” untuk merujuk pada komunikasi konteks-tinggi dan komunikasi konteks-rendah ini. Menurut Bernstein, dalam komunikasi konteks-tinggi, pembicara menggunakan sedikit alternatif, tetapi kemungkinan meramalkan polanya lebih besar; arti pesan dalam komunikasi konteks-tinggi lebih khusus. Sebaliknya, dalam komunikasi konteks-rendah, pembicara akan memilih pesan dari sejumlah alternatif yang relatif banyak, dan oleh karena itu kemungkinan meramalkan hasil pesan akan berkurang, tetapi menjamin pengertian yang lebih universal.

PENGALIHAN BAHASA

Komunikasi dalam bahasa yang sama dapat menimbulkan salah pengertian, apalagi bila kita tidak menguasai bahasa lawan bicara kita. Untuk melakukan komunikasi yang efektif, kita harus menguasai bahasa mitra komunikasi kita. Dalam konteks inilah kita setidaknya perlu menguasai bahasa inggris sebagai bahasa internasional untuk menjadi seorang komunikator yang efektif. Dan penguasaan bahasa asing yang minim, pada tingkat pribadi, dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan yang segera.

Seperti pada tahun 1966 terjadi tabrakan di udara yang masuk wilayah India antara pesawat udara dari Arab Saudi dan pesawat udara dari wilayah bekas Uni Soviet (Kazakhstan). Seluruh penumpang kedua pesawat yang jumlahnya ratusan orang tewas. Menurut dugaan, bencana itu disebabkan awak pesawat udara dari wilayah bekas Uni Soviet tidak memahami pesan dalam bahasa Inggris yang disampaikan petugas di menara pengawas di bandara India.

Perbedaan bahasa dapat menimbulkan kesulitan lebih jauh daripada sekedar kekeliruan penerjemahan. Kita sering sulit menerjemahkan sebuah kata ke bahasa lain, karena tidak ada padanannya dalam bahasa lain itu, meskipun kita bisa mengira-ngira artinya. Bahkan ketika kita mampu menerjemahkan satu bahasa ke bahasa lain dengan kecermatan yang harfiah, maknanya yang dalam sering hilang karena makna tersebut berakar dalam budaya bahasa tersebut. Karena itu, kata-kata seperti Allah, salat, zakat, saum, dan haji sulit diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun, termasuk Inggris.

Kelemahan dalam penguasaan tata bahasa, struktur, dan kosa kata (termasuk idiom, slang, dan jargon khusus) sering menghasilkan terjemahan yang membingungkan, menggelikan, dan terkadang bertentangan dengan apa yang dimaksudkan tulisan aslinya. Seperti Restroom berarti “kamar kecil”, bukan “ruang istirahat”; dragonfly berarti “capung”, bukan “naga terbang”. Sejumlah bahasa dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Ingggris, namun dalam bahasa Indonesia mengalami perluasan makna. Misalnya kata family dalam bahasa Inggris berarti “keluarga” yang maknanya biasanya merujuk pada keluarga inti yang terdiri dari orangtua dan anak. Namun begitu dialihkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi famili, arti kata tersebut mencakup juga kerabat atau saudara jauh, bukan sekedar keluarga langsung.

Berdasarkan asumsi bahwa bahasa adalah cermin suatu alam pikiran, dapat dimengerti bila istilah-istilah yang berkaitan dengan teknologi canggih dari negara asing seperti komputer, misalnya: drive, monitor, keyboard, mouse, file, dan printer, tetap dibiarkan dalam bahasa aslinya, karena sulit dicarikan padanannya, dan kalaupun ada padanannya, terkesan ganjil.

Sebaliknya, frase atau kalimat dalam bahasa Indonesia tidak bisa diterjemahkan begitu saja, secara kata per kata, ke dalam bahasa Inggris dan kesalahan dalam bahasa Inggris juga bisa timbul bila kita tidak menguasai tata bahasa (grammar) atau mengucapkan kata-kata secara salah.

KESIMPULAN

Komunukasi verbal ternyata tidak semudah yang kita bayangkan. Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari termasuk ke dalam kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan.

Suatu sistem kode verbal disebut bahasa. Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat symbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas.

Jadi, bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud kita. Bahasa verbal juga menggunakan kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas individual kita. Dan konsekuensinya, kata-kata adalah abstraksi realitas kita yang tidak mampu menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang diwakili kata-kata itu.


Tidak ada komentar: